Only You Who Do It

Depok, 1:32 a.m.

Di beberapa malam, ada banyak orang yang memilih untuk terjaga lebih lama daripada sekumpulan manusia lainnya, entah dengan sebuah alasan tertentu atau memang hanya karena mereka suka dengan hal tersebut. Kemudian karena memutuskan untuk terlalu lama membuka mata, maka kemungkinan yang terjadi hanyalah dua hal; paginya jadi nggak produktif atau tidur seharian.
But that’s totally fine. Karena menurut gue, malam punya definisi sendiri yang sulit ditemukan di siang hari. Begitu banyak orang yang menderita di malam hari memikirkan apa yang sedang terjadi dengan kehidupan mereka sesiangan ini. Atau apa yang telah mereka perbuat dan sesali. Ada  beberapa yang terlalu bahagia sehingga mata mereka sendiri yang memaksa mereka untuk tetap bangun karena akhirnya kenyataan lebih indah daripada mimpi. That’s it. Malam banyak besahabat dengan semua jenis manusia; yang bersedih dan bahagia, yang sibuk hingga yang nggak ada kerjaan. Dan bagi gue sendiri, gue pernah mencicipi jadi semua jenis manusia tersebut selama berkawan dengan malam. Menurut apa yang selalu terpikirkan di benak gue, malam adalah satu-satunya waktu di mana gue bisa paling mengerti dan memahami diri sendiri; soal banyak hal di hidup gue. Dan gue hanya selalu suka suasana yang selalu bisa disuguhkan, sunyi dan menenangkan, meski dalam beberapa waktu gue suka ketakutan sendiri dan lari kocar-kacir setelah terlalu lama di ruangtamu sendirian. Dan meski juga kebanyakan gue menikmatinya dengan sambil main hape dan denger lagu-lagu di Spotify, yang kedengarannya nggak berguna banget kalau dilakukan di malam hari yang katanya waktu di mana gue bisa mengenal diri gue sendiri itu.
Tapi, memang begitu. Malam hari memang sudah terlalu bersahabat dengan gue, sehingga gue kesulitan buat menemukan alasan yang tepat kenapa gue terlalu suka dengannya. Karena hampir mustahil ada orang yang menemukan gue nggak tidur malam tiap harinya. Terakhir kali gue tidur normal adalah kemarin, hari Jumat tanggal 6 Januari 2017, untuk yang pertama kalinya dalam beberapa bulan ini akhirnya gue bisa bertingkah sebagai orang normal yang nggak kesusahan tidur dan bisa merasakan enaknya bangun dengan badan segar dan tidak kepingin tidur lagi pagi harinya. Iya, semua keajaiban itu datang karena gue sedang sakit dan darah gue rendah; di mana semua itu adalah hasil dari begadang terus-terusan selama liburan dan nggak pernah olahraga. Jadi, malamnya di tanggal 5, alih-alih begadang seperti biasa, yang gue lakukan adalah tertidur di kasur setelah menenggak obat dokter yang, rupanya, punya andil besar dalam membuat gue tergolek nggak berdaya secepat ini. Dan kata-kata terakhir yang gue tangkap sebelum akhirnya benar-benar tertidur sampai pagi adalah mama gue yang angkat bicara.
“Tumben udah tidur jam segini. Aneh tapi nyata!” sekilas gue masih lihat mama gue nyengir. Yeah, this is what you want, isn’t it? Karena memang mama guelah yang selama ini menjadi penentang keras kebiasaan buruk gue begadang itu, terutama selama liburan. Mama gue selalu bilang kalau gue batu dan nggak nurut karena dia sudah berkali-kali mengerahkan tenaganya yang percuma untuk mengingatkan gue bahwa begadang banyak penyakitnya. “Biarin aja nggak nurut di omongin. Coba baca sendiri sana di internet.”
Iya, Ma, masalahnya ini udah jadi seperti kebiasaan gue yang sulit lepas; siangnya gue suka ketiduran sampai lama sehingga malamnya gue yang kesulitan tidur kayak begini. Bakalan menyiksa sekali kalau gue mencoba dan memaksa otak gue untuk segera mematikan sistem sebelum waktunya demi tidur lebih cepat. Jadi, terkadang gue masih bandel dan nggak peduli waktu. Kadang gue main Instagram sampai malem, dengar Spotify diulang-ulang sampai bosan sendiri, kadang gue baca novel. Dan akhir-akhir ini gue baca komik Alice di webtoon dan cekikan sendiri sampai jam setengah tiga sementara gue harus menahan diri supaya mama gue yang ada tepat di sebelah gue nggak kebangun.
Pernah gue diomelin karena ketahuan baru tidur jam tiga pagi. Tiap malem, mama gue sering tidur di kamar gue, sehingga setiap gue baru mau tidur (tentunya setelah habis begadang), yang pertama dia lakukan adalah kebangun dan bertanya kepada gue soal jam. Iya, dia selalu mau tahu jam berapa. Dan tentunya gue harus jujur karena gue bukan tipe anak yang bisa bohong dan merasa nggak berdosa setelahnya. Kemudian yang terjadi adalah mama gue marah dan mengutuk-ngutuk gue bahwa jerawat gue adalah hasil begadang. Kemudian mama gue bete karena gue nggak nurut-nurut, dan kalimat marahnya udah seperti orang putus asa yang selalu diakhiri dengan kata; “Terserah ya kalau nggak nurut kata orangtua!”, di mana membuat gue bener-bener merasa seperti anak yang jahat.
Gue sadar sepenuhnya bahwa semua ini; yang gue lakukan, adalah nggak baik. Tetapi gue seperti sulit untuk memberhentikannya karena terbawa kebiasaan setiap hari saat hari sekolah.
Ada orang yang bilang bahwa; kalahkan musuhmu saat mereka sedang tertidur. Kemungkinan kata-kata ini adalah sangat tepat untuk gue, mengingat gue adalah anak yang selalu mempunyai kebiasaan ini saat hari sekolah; tidur larut malam buat belajar. Entah itu akan ada ujian atau hanya tugas, gue selalu melaksanakan kebiasaan tersebut meski dalam beberapa kasus gue menjumpai gue terlalu ngantuk setelah sekolah dan nggak mampu begadang buat belajar.
Maka, untuk mengatasi hal tersebut untuk tidak terjadi lagi, entah sejak kapan gue selalu tidur setiap sore. Gue adalah jenis anak sekolahan yang begitu bel bubar langsung kepingin ngacir ke rumah secepat kilat demi bisa tidur dan bangun lagi buat menuntaskan kebiasaan belajar malam gue itu. Bel sekolah gue yang selalu berdenting pukul 15:15 membuat waktu tidur sore gue memang tidak begitu menguntungkan, belum lagi perjalanan yang harus gue tempuh berjalan menyusuri gang sekolah hingga mencapai jalanan raya bisa mencapai 5-10 menit. Itu juga kalau normal speed dan tanpa hambatan, beda kasus apabila gue dan teman-teman gue itu memutuskan untuk beli cireng jeletot atau basreng di jalan raya terlebih dahulu. Dan, waktu yang sudah sangat merugikan posisi gue itu belum di tambah dengan waktu yang harus gue habiskan dalam menempuh perjalanan pulang gue menggunakan angkot 04 dan 02 yang bisa mencapai 20 menit.
Iya, sampai di rumah gue selalu sholat, mandi, dan tidur. Kadang gue sampai rumah pukul setengah lima; mengingat begitu banyak hambatan yang gue temukan di sekolah untuk segera pulang. Gue nggak mungkin akan bisa pulang tepat pukul 15;15 karena terlalu banyak hal yang harus gue jalani terlebih dahulu; mulai dari tabah dengan guru yang suka kelewatan jam mengajar meski sudah tahu bel bubar sudah berdering, sampai menunggu teman yang belum ke luar kelas. Sampai rumah sesore itu nggak membuat gue gentar untuk tidur. Misalnya, gue nekat tidur jam setengah lima sore meski gue tahu setengah tujuh gue harus sudah bangun lagi karena Maghrib. But, c’mon, gue tahu gue hanya akan menjadi seonggok daging yang tidak berguna kalau gue memutuskan untuk tidak tidur sama sekali; karena gue akan tergolek lemas malamnya tanpa tenaga. Dan kalau sudah begitu, yang gue lakukan hanya bergaya-gaya mengambil buku pelajaran tetapi kemudian gue tertidur sambil meluk buku itu. Iya, gue nggak bakal kuat. Sekalipun ada orang yang melihat gue baca dengan serius di saat-saat seperti itu, berani bertaruh, materi gue nggak ada yang masuk. Tampang serius gue hanya berarti satu; gue sedang serius melawan ngantuk sehingga pelajaran gue hanya setengah dan bahkan ke luar lagi.
Jadi, sejak mulai masuk SMA ini, gue semakin mengenal diri gue; bahwa gue memang tipikal orang yang cepat ngantuk setelah tenaga gue dikuras habis untuk sekolah. Sehingga untuk mensiasati hal buruk tersebut, gue akan selalu meluangkan waktu untuk tidur, sesedikit apa pun itu. Sehingga hampir seluruh hari-hari sekolah gue adalah untuk tidur dan belajar. Dan di hari-hari sekolah itu, gue bisa menjadi orang yang sangat amat anti dengan yang namanya main habis kelar sekolah. Beberapa teman gue sering jadi korban penolakan gue karena berani mati dengan mengajak gue main pulang sekolah. Iya, gue bisa seacuh tak acuh itu dengan kehidupan bermain gue demi bisa belajar malemnya.
Biasanya gue bangun untuk maghrib dan akhir-akhir ini sering lanjut tidur lagi hingga pukul 9 atau 10 malam, dan setelah itu baru gue belajar atau ngerjain tugas. Mama gue selalu jadi alarm paling setia buat gue. Tapi terkadang, karena mama gue suka kasihan, akhirnya gue lupa dibangunin sampai jam 11 malam dan berakibat gue marah-marah sendiri sambil merogoh buku dari rak gue.
Kadang gue tidur sampai jam 2 malam, belajar dan ngerjain tugas. Yang menjadi aneh adalah gue jarang banget bosan dengan semua ini, bahkan ketika belajar gue merasa bisa sangat penasaran dan berisik sendiri. Kadang malam-malam gue berisik sendiri di ruangtamu, melatih diri gue dengan serentetan materi yang besoknya akan gue presentasikan di depan kelas bersama murid-murid lainnya yang, entahlah, kemungkinan pukul segitu sudah bobo semua. Kadang juga saking parnoannya, gue selalu merasa buruk dan nggak cukup siap sehingga terus-terusan melatih diri gue dengan habis-habisan membaca materi presentasi besok; entah itu sejarah, sosiologi, ekonomi, geografi. Atau bahkan Bahasa Indonesia juga gue ambisin. Entah kenapa semua yang berbau presentasi  sejak kelas 11 ini, nggak mungkin gue anggap remeh lagi. Karena selain gue nggak mau jadi orang diem di depan kelas seperti saat gue kelas 10 dulu, gue juga tahu teman-teman gue banyak yang kelas berat juga; mereka pintar-pintar banget ngomongnya. Otaknya kritis dan setidaknya, gue nggak mau jadi salah satu korban otak mereka itu. Dan dari situlah kemudian gue berambis untuk menjadi setaraf dengan mereka.
Dan, begitulah. Setiap hari gue sudah terlalu terbiasa berteman dengan malam, dan karena itu menjadi suatu tugas berat buat gue menghilangkan kebiasaan menyukai ini saat liburan tiba. Kemungkinan suatu saat gue bakalan mengurangi kebiasaan gue ini, tetapi gue mikir kemungkinan besar gue akan kangen dua hal; kangen buat dimarahin dan kangen bikin mama gue kaget setiap dia nanya gue tidur jam  berapa semalem.
Dan, sekarang, gue terduduk di depan laptop, kini dengan bangganya jari-jari gue baru saja mengetik dan membeberkan betapa kalongnya gue selama ini. Betapa gue selalu jadi yang paling terakhir untuk naik ke kasur dan tidur. Bahkan gue juga selalu jadi orang terakhir yang masuk ke toilet tiap malam dan menutup pintunya. Kipas ruang tamu, televisi rumah gue yang tiap malam jadi teman berisik gue supaya rumah nggak hening banget, bahkan juga lampu ruang tamu dan lampu kamar gue. Semua pasti mengenal gue dengan baik sebagai orang terakhir yang selalu mematikan sistem mereka. Gue menikmati peran gue sebagai the last people di rumah ini, dan mungkin suatu saat, ketika gue sudah nggak lagi tinggal di rumah ini, mereka semua; alat-alat yang ada di rumah gue ini, akan merindukan gue. Yah ilah, mellow amat, ya.
Dan setelah baca ini, gue akan sangat menganjurkan kepada siapa pun bahwa; sesekali tidur malam itu perlu. But, really, do something that make you feel proud about yourself. Jangan main game doang. Belajar, misalnya. Atau, seperti gue menulis ini di blog gue. Akan sangat kerasa ketika melakukannya di malam hari, betapa gue mencintai apa yang gue lakukan seperti menulis ini (meski sudah agak lama gue menganggurkan bakat gue), dan betapa gue melakukannya sungguh-sungguh ketika semua orang sudah tertidur. Atau seperti ketika gue belajar waktu itu, gue merasa sangat bahagia dengan diri gue, karena gue melakukannya di saat orang-orang sudah tertidur, dan secara nggak sadar diri lo akan termakan sugesti bahwa; only you who do it. Semua yang dilakukan akan terasa dua kali lebih nikmat. Dan, di malam hari itu juga, semangat hidup gue terkadang paling banyak terkumpul.
I love the silent hour of night,
For blissful dreams may then arise,
Revealing to my charmed sight
What may not bless my waking eyes.
-Anne Bronte, Best Poems of the Bronte Sisters








Komentar

Postingan populer dari blog ini

Such a random thing i guess (not based on a true story lol)

a brief story about my 2019

Hari Ibu dan Sejuta Emosi yang Menyerta